Sumber gambar: https://vclass.unila.ac.id/
Ki Hajar
Dewantara memiliki filosofi Pratap Triloka “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Filosofi tersebut dapat dimaknai sebagai
berikut.
Ing ngarso
sung tulodo, maknanya sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru menjadi figur
teladan dan panutan bagi muridnya. Seorang guru harus memberikan teladan kepribadian
yang baik dengan karakter yang patut dicontoh.
Ing madya
mangun karsa, maknanya seorang guru ditengah membangun prakarsa, bekerjasama
dan menjalin komunikasi yang baik dengan muridnya. Seorang guru membimbing,
menuntun dan mengayomi murid dalam memenuhi kebutuhan belajarnya dengan
menerapkan pendidikan yang berpihak pada murid.
Tut wuri
handayani, maknanya adalah seorang guru berperan sebagai pemberi semangat,
motivasi dan dukungan bagi muridnya agar dapat mengembangkan potensinya dan
menjadi manusia yang utuh yang bermanfaat di masyarakat. Karena pendidikan dan
pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan
hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti
yang seluas-luasnya.
Kaitan Pratap
Triloka tersebut dengan pengambilan keputusan adalah sebagai seorang teladan, seorang
guru harus menerapkan budaya positif dalam menerapkan nilai-nilai kebajikan
universal, memiliki kompetensi sosial emosional yang baik, bertanggung jawab,
bisa mengendalikan situasi dengan mindfulness sehingga dalam pengambilan
keputusan, guru dapat bertindak tepat ketika menghadapi dilema etika dan
bujukan moral. Dalam pengambilan keputusan hendaknya salah satu dasar utama
pertimbangannya adalah, apakah keputusan tersebut berpihak pada murid? Apakah
keputusan tersebut bermanfaat atau justru berdampak negatif untuk murid.
Gurupun harus menjadi sosok motivator dan pendorong dengan memberikan
kesempatan kepada murid untuk mengembangkan potensinya sehingga mereka bisa
merasakan merdeka belajar.
Nilai-nilai
yang tertanam dalam diri kita, pastinya berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang
kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Semakin kaya nilai-nilai
kebajikan universal yang tertanam di dalam diri seseorang, semakin bijak pula
ia dalam mengambil keputusan.
Kidder
menjelaskan prinsip yang membantu dalam mengambil keputusan yaitu Berpikir
Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan
(Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).
Seseorang dengan nilai kebajikan dominan empati, menghargai, kedermawanan, belas
kasih dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip berpikir berbasis rasa
peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan seseorang dengan nilai kebajikan
dominan komitmen, kejujuran, ketegasan, komitmen, integritas dan keadilan akan
taat pada peraturan dan cenderung memilih prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule-Based
Thinking). Dan seseorang dengan nilai kebajikan dominan bergotong royong, kerja
sama, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih prinsip berpikir
berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking).
Setelah
mempelajari materi pengambilan keputusan dan coaching, ternyata keduanya sangat
berkaitan. Dalam materi coaching saya belajar menjadi coach, coachee dan
pengamat. Saya pun memahami bagaimana menuntun coache dalam mengambil
keputusan. Hal ini dapat saya terapkan dalam pengambilan keputusan, dengan
menerapkan sembilan langkah penentuan keputusan yang sama seperti kegiatan
coaching, berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengeksplorasi fakta dan
potensi-potensi dalam sebuah kasus dilema etika, sehingga memandu dan
memudahkan proses menuju pengambilan keputusan yang tepat dan efisien.
Kemampuan guru
dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh
terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika. Seseorang
dengan latar belakang tertanamnya nilai-nilai kebajikan di dalam dirinya selaras
dengan kompetensi sosial emosional yang baik. Keputusan yang diambil berdasarkan
emosi sesaat, pastinya tidak akan tepat, bahkan bisa menimbulkan dampak negatif
bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan penguasaan midfulness, selaras juga
dengan baiknya kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan
berelasi dan kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pikiran
berada dalam situasi terbaiknya jika terfokus pada situasi saat ini dan masa
sekarang. Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness) dapat membantu dalam menyikapi, memproses,
dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini -
bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan masa
yang telah berlalu. Bila seseorang sudah dapat mengendalikan emosinya dan
dirinya, maka ia akan berpikir jernih dan mampu mengambil keputusan dengan
bijak dan bertanggung jawab.
Sebagai
seorang pendidik tentu akan menghadapi permasalahan terkait dilema etika ataupun
bujukan moral. Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika
kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Nilai-nilai kebajikan
yang tertanam pada diri seorang pendidik akan mempengaruhi pembahasannya mengenai
suatu kasus dilema etika ataupun bujukan moral. Materi dan ilmu yang didapat
mengenai nilai-nilai kebajikan universal, coaching dan pembahasan studi kasus memberikan
contoh penyelesaian dilema etika dan bujukan moral yang bisa saja dialami oleh
seorang pendidik. Pengalaman bermakna ini akan memperkaya wawasan dan
keterampilan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dilema etika maupun bujukan
moral dengan bijaksana.
Dalam pengambilan
suatu keputusan, idealnya didasarkan pertimbangan nilai-nilai kebajikan, bertanggung
jawab dan berpihak pada murid. Hal ini dimaksudkan agar hasil dari pengambilan
keputusan akan berdampak positif bagi semua pihak dan meminimalisir bahkan
meniadakan dampak negatif. Untuk dapat mengambil sebuah yang menciptakan
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman adalah dengan mengenali kasus
yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral.
Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan harus
dilakukan analisis pengambilan keputusan berdasarkan pada empat paradigma, tiga
prinsip dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil
keputusan yang diambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman untuk semua pihak.
Tantangan-tantangan
yang ada untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus
dilema etika adalah ketika paradigma yang sudah terbentuk di lingkungan
menghalangi dihasilkannya keputusan yang tepat. Paradigma tersebut di antaranya
lebih mengutamakan kesetiakawanan atau rasa kasihan sehingga dapat menggiring
kepada pembiaran pelanggaran aturan, perbedaan pandangan terhadap nilai-nilai
kebajikan yang tertanam di setiap individu akan mengarahkan juga kepada
perbedaan pandangan terhadap suatu permasalahan. Namun, dengan menyamakan
persepsi mengenai konsep yang sudah diperkenalkan tentangi paradigma, prinsip
dan sembilan langkah pengambilan keputusan kendala-kendala tersebut bisa diminimalisir.
Pengambilan
keputusan yang tepat dan bijak akan berpengaruh terhadap pengajaran yang
memerdekakan murid. Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah
berpihak kepada murid. Dengan demikian seorang guru sebagai pemimpin
pembelajaran dalam pengambilan keputusannya akan selalu memprioritaskan
keberpihakan pada murid. Hal ini akan mengantarkan kepada pembelajaran merdeka
yang mengarahkan kepada keselamatan dan kebahagiaan murid. Pengambilan keputusan
yang tepat untuk kebutuhan murid yang berbeda-beda dimulai dengan menemukenali
keragaman kebutuhan murid, untuk selanjutnya disesuaikan dengan paradigma,
prinsip dan sembilan langkah pengambilan keputusan. Keputusan yang bijak dan
tepat pun akan menjadi teladan bagi murid dan akan memotivasi murid untuk
melakukan hal yang sama sehingga terbentuklah Profil Pelajar Pancasila yang
diinginkan.
Keputusan yang
diambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid akan mempengaruhi masa depan
murid. Setiap murid adalah benih-benih yang harus disemai dengan baik. Setiap
murid memiliki kodrat dan potensinya sendiri-sendiri. Tugas seorang guru adalah
membimbing dan mengarahkan murid menjadi manusia seutuhnya yang selamat dan
bahagia serta bermanfaat bagi lingkungan. Dengan pengambilan keputusan yang
memerdekakan murid, menjadi jembatan bagi murid untuk bisa terpenuhi kebutuhan
belajarnya yang berbeda-beda, sehingga dapat mengembangkan dirinya semaksimal
mungkin. Tentu saja dengan hal ini diharapkan kehidupan dan masa depan setiap
murid akan gemilang.
Pendidikan
adalah usaha untuk menjadikan seorang murid menjadi manusia seutuhnya yang
selamat, bahagia dan bermanfaat. Hal ini dapat tercapai dengan menerapkan filosofi
Pratap Triloka “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri
Handayani”. Dengan memberikan teladan, bimbingan dan dorongan seorang guru
dapat mengarahkan seorang murid untuk dapat mengembangkan potensi dirinya
semaksimal mungkin. Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran dengan nilai berpihak
pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif dan reflektif harus bisa melayani
murid dengan pendidikan yang berpihak pada murid. Hal ini dapat tercapai dengan
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan belajar murid
yang berbeda-beda, penerapan pembelajaran sosial-emosional yang dapat
menanamkan nilai-nilai kebajikan pada murid dan penerapan budaya positif yang
pada akhirnya akan membentuk Profil Pelajar Pancasila seperti yang diharapkan.
Untuk dapat mengembangkan
potensi diri dan murid, seorang guru harus memiliki keterampilan coaching. Teknik
coaching akan menggali potensi sehingga munculah solusi dan ide-ide kreatif
yang datang dari diri sendiri. Hal ini juga akan memacu munculnya motivasi intrinsik
dalam menjalankan kebaikan demi terwujudnya visi misi dan tujuan sekolah.
Dalam praktik
pengambilan keputusan, seorang guru yang dilatarbelakangi dengan tertanamnya
nilai-nilai kebajikan akan mempengaruhi ia menjadi lebih bijak dalam
pengambilan keputusan. Nilai-nilai kebajikan ini akan membentuk kompetensi
sosial-emosional yang baik, sehingga seorang guru akan memiliki kesadaran diri,
manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan kemampuan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Selain itu keterampilan coaching pun akan
sangat membantu dalam menggali suatu permasalahan. Semua hal ini akan membantu
seorang guru dalam menghadapi permasalahan dilema etika dan bujukan moral,
tentunya dibantu dengan analisis empat paradigma, prinsip dan sembilan langkah
pengambilan keputusan. Dengan keputusan yang bijak dan tepat akan tercapailah
lingkungan dan situasi yang nyaman, kondusif untuk pembelajaran sehingga dapat
tercapai Profil Pelajar Pancasila yang diharapkan.
Dilema etika
ketika seseorang dihadapkan untuk memilih antara dua hal yang sama-sama
merupakan kebenaran, ia dihadapkan pada dua hal terkait nilai kebajikan.
Sedangkan bujukan moral, di mana seseorang dihadapkan pada dua hal, yang mana satu hal merupakan kebenaran yang
terkait nilai kebajikan universal, sedangkan satu hal lainnya adalah hal yang
salah atau penyimpangan terhadap peraturan.
Secara umum
ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika, yaitu
1.
Individu lawan kelompok (individual vs
community), di mana berhubungan dengan konflik antara kepentingan pribadi lawan
kepentingan orang lain atau kelompok kecil lawan kelompok besar.
2.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs
mercy), pilihannya adalah antara mengikuti aturan atau tidak sepenuhnya. Pilihan
untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau
membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang.
3.
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), pilihan
untuk jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau menjunjung nilai
kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat
sebelumnya.
4.
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term
vs long term), pilihan keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau
yang terbaik untuk masa yang akan datang.
Prinsip yang
paling umum dalam pengambilan keputusan adalah
1.
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based
Thinking), pertimbangan kepentingan orang banyak
2.
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based
Thinking), pertimbangan kebenaran yang sesuai dengan peraturan
3.
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking), pertimbangan rasa empati dan rasa kasihan kepada orang lain.
Terdapat sembilan
langkah yang dapat dilakukan dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan
yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang
membingungkan, yaitu mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan
siapa yang terlibat dalam situasi ini, kumpulkan fakta-fakta yang relevan
dengan situasi, pengujian benar atau salah, pengujian paradigma benar lawan
benar, melakukan prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, buat keputusan dan
lihat lagi keputusan dan merefleksikan.
Hal tak
terduga dari yang saya pelajari adalah bahwa dalam pengambilan keputusan tidak
selalu berdasarkan pertimbangan peraturan, bisa juga karena kepentingan orang banyak
atau rasa empati, namun itu semua yang utama harus dilandaskan pada keberpihakan
pada murid.
Sebelum mempelajari
modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam
situasi dilema etika dan bujukan moral, yaitu dengan teknik skala prioritas dan
analisis SWOT. Pada waktu itu saya menimbang-nimbang mana yang lebih urgen dan
mana yang tidak ada dampak negatifnya serta jangan sampai melanggar peraturan
yang berlaku.
Sebelum
mempelajari modul mengenai pengambilan keputusan, saya masih kaku. Dalam pengambilan
keputusan saya lebih condong kepada berpikir berbasis peraturan (rule-based
thinking), pertimbangan kebenaran yang sesuai dengan peraturan. Namun setelah
mempelajari modul ini wawasan dan pola pikir saya menjadi lebih kaya, dengan
harapan saya akan lebih bijak dalam pengambilan keputusan dengan
mempertimbangkan dari sisi hasil akhir dan empati yang pada akhirnya bertujuan
untuk keberpihakan pada murid.
Mempelajari
topik ini sangatlah penting baik sebagai individu maupun sebagai seorang
pemimpin, karena dalam kehidupan kita selalu dihadapkan dengan pilihan. Sebagai
seorang individu keputusan yang kita ambil akan lebih berpengaruh kepada kehidupan
diri sendiri maupun orang-orang terdekat kita, namun sebagai pemimpin keputusan
yang diambil pengaruhnya akan lebih luas kepada banyak pihak. Untuk itu
dibutuhkan wawasan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang bijaksana
dan tepat.
Materi dan informasi yang sangat bermanfaat
BalasHapusterimakasih :)
BalasHapus